ISRA’ DAN MI’RAJ
Momentum Penyerahan Baitul Maqdis kepada Rasulullah SAW
Oleh: Dr. K.H. Ahmad Kusyairi Suhail, M.A.
(Ketua Umum Ikatan Dai Indonesia (IKADI), Dosen Fakultas Dirasat Islamiyah (FDI) UIN Jakarta, Pimpinan Pesantren YAPIDH Bekasi)
سُبْحَـٰنَ ٱلَّذِىٓ أَسْرَىٰ بِعَبْدِهِۦ لَيْلًۭا مِّنَ ٱلْمَسْجِدِ ٱلْحَرَامِ إِلَى ٱلْمَسْجِدِ ٱلْأَقْصَا ٱلَّذِى بَـٰرَكْنَا حَوْلَهُۥ لِنُرِيَهُۥ مِنْ ءَايَـٰتِنَآ ۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْبَصِيرُ ١
”Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat” (QS Al Israa’ [17]: 1).
Para ulama dunia menetapkan pekan terakhir bulan Rajab setiap tahun yang bertepatan dengan Peringatan Isra’ dan Mi’raj sebagai Al Quds Global Week, أسبوع القدس العالمي atau Pekan Al-Quds Sedunia. Hal ini merupakan bagian dari melaksanakan kewajiban dalam membela perjuangan kemerdekaan Palestina dan Masjidil Aqsha dari cengkeraman penjajah zionis Israel.
Peristiwa Isra’ dan Mi’raj tahun ini menjadi semakin penting untuk diperingati karena bersamaan dengan terjadinya tragedi kemanusiaan yang terjadi di Gaza khususnya dan Palestina umumnya, yang sudah mengarah kepada genosida yang dilakukan oleh Israel Defense Forces (IDF) atau tentara Israel di bawah penglihatan dan pendengaran dunia. Hingga hari ke-125, ketika ditulis artikel ini, perang di Gaza, tentara Israel telah membunuh 27.585 jiwa, kebanyakan ibu-ibu dan anak-anak, melukai lebih dari 66.979 orang, menjatuhkan 66.000 bahan peledak, menghancurkan 360.000 rumah warga sipil dan mengebom 414 masjid dan 3 gereja serta membuat lebih dari 2 juta jiwa terpaksa mengungsi[1]. Selain ayat di atas (QS Al Israa’ ayat 1), peristiwa spektakuler ini juga disinggung oleh Allah SWT di dalam QS An Najm [53] ayat 13 hingga 18, dan termasuk peristiwa sejarah di Mekkah yang paling banyak riwayatnya di dalam hadits-hadits Nabi SAW. Di dalam kitab Shahih Al Bukhari, misalnya, terdapat 20 riwayat dari 6 orang sahabat radhiyallahu ‘anhum. Sedangkan di dalam kitab Shahih Muslim, terdapat 18 riwayat dari 7 orang sahabat radhiyallahu ‘anhum[2].
Semua ini, menunjukkan bahwa problematika bangsa Palestina, selain merupakan tragedi kemanusiaan, sesungguhnya ia juga menjadi problematika umat Islam sedunia. Karena itu, derita mereka harus juga menjadi derita kita.
Ayat di atas menegaskan ’Alaaqah ’Aqadiyah (Hubungan Teologis) antara umat Islam dengan Palestina, yaitu dengan adanya Masjidil Aqsha di sana. Dan peristiwa Isra dan Mikraj adalah momentum penyerahan Baitul Maqdis kepada Nabi Muhammad SAW.
Kemukjizatan Isra’ dan Mi’raj
Ayat pertama dari surat yang juga dikenal dengan nama Surat Bani Israil (keturunan Israil) ini memberitakan peristiwa spektakuler yang menjadi mukjizat nabi akhir zaman, Rasulullah SAW. Yaitu mukjizat Isra’ dan Mi’raj yang merupakan bukti kekuasaan Allah SWT dan kenabian Muhammad SAW.
Isra’ adalah perjalanan di malam hari dari Masjidil Haram di Mekah ke Masjidil Aqsha di Baitul Maqdis. Sedang Mi’raj adalah perjalanan dari Masjidil Aqsha menuju Sidratul Muntaha (tempat yang paling tinggi di atas langit yang ke-7).
Maka, tepat sekali jika ayat tersebut dimulai dengan tasbih, ”Maha Suci Allah”. Sebab, jika hanya mengandalkan nalar dan kemampuan akal dalam menelaah peristiwa agung ini, maka manusia pasti akan terbentur pada keterbatasan, tidak akan pernah mampu menembus dimensi takdir Ilahi. Tidak boleh juga hanya sekedar untuk Tamattu’ ‘Aqli, kenikmatan intelektual semata. Bagaimana logis, masyarakat Quraisy Mekkah biasa melakukan perjalanan ke negeri Syam, pergi pulang memakan waktu selama 2 bulan, sementara Nabi Muhammad SAW melakukannya hanya dalam semalam. Tepatnya, berangkat dari Mekkah dari bakda Isya’ dan pulang balik ke Mekkah lagi sebelum subuh. Maka, diriwayatkan ada segelintir orang Islam yang lemah imannya, murtad setelah mendengar peristiwa[3]. Sungguh, peristiwa Isra dan Mikrah merupakan Ikhtibar Imani, ujian keimanan.
Disinilah keimanan yang berbicara. Jadi, membaca peristiwa yang menakjubkan dan spektakuler ini harus dengan Qiro’atul Iman, bacaan keimanan. Iman kepada kekuasaan Allah. Iman kepada ”Kun Fa yakun”-Nya, Dzat yang Maha Besar dan Agung. Keimanan kepada hal-hal yang ghaib.
Penyebutan ”.. memperjalankan hamba-Nya” di situ menunjukkan pemuliaan dan penghormatan pada Rasulullah SAW, bahwa beliau adalah hamba Allah yang mendapatkan derajat/posisi istimewa di sisi-Nya. Namun, posisi kehambaannya tidak sampai melebur dengan posisi ketuhanan seperti keyakinan para pemeluk agama Kristen pada nabi Isa AS. Penyebutan ”hamba-Nya”, menurut Prof. Dr. Wahbah Az Zuhaili, juga menunjukkan bahwa beliau di-Isra’-kan dengan ruh dan jasad dalam keadaan bangun dengan mengendarai Buraq, bukan dalam mimpi dan dalam keadaan tidur –seperti pendapat sebagian orang-[4].
Dalam kajian tafsir Sayyid Quthb –rahimahullah-, bahwa rihlah (perjalanan) dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha adalah rihlah pilihan Yang Maha Lembut lagi Maha Mengetahui. Perjalanan ini menghubungkan akidah-akidah tauhid yang besar sejak nabi Ibrahim dan Ismail AS sampai nabi Muhammad SAW. Serta menghubungkan tempat-tempat suci bagi agama-agama samawi. Rekreasi spiritual ini sepertinya ingin memaklumatkan pewarisan Rasul terakhir terhadap tempat-tempat suci para rasul sebelumnya. Dan bahwa tempat-tempat suci itu tercakup dalam risalah beliau SAW sehingga hubungan keduanya sangat erat sekali. Hal ini menunjukkan betapa perjalanan monumental itu telah menembus dimensi zaman dan tempat dan menyiratkan makna-makna yang lebih luas dari sekedar makna yang tertangkap pada pandangan pertama[5] .
Baitul Maqdis di Palestina adalah Bumi yang Diberkahi
Selanjutnya Allah SWT menyifati Baitul Maqdis, bahwa ia ”yang telah Kami berkahi sekelilingnya”. Al Barakah dalam bahasa Arab bermakna tumbuh dan berkembang dalam kebaikan. Menurut Imam Al Ashfihani, Al Barakah secara syar’i adalah ”tetapnya kebaikan Ilahi pada sesuatu”[6].
Keberkahan Baitul Maqdis di Palestina mencakup 2 (dua) hal: Al Barakah Al Hissiyah (keberkahan material) dan Al Barakah Al Ma’nawiyah (immaterial/non fisik).
Termasuk keberkahan material adalah kesuburan tanahnya sehingga banyak ditumbuhi pepohonan, tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan, khususnya zaitun. Dialiri banyak sungai dan airnya tawar dengan pegunungan yang menambah keindahan alamnya. Di samping letaknya yang strategis dan menjadi jantung negeri-negeri Islam: karena berbatasan dengan Lebanon, Suriah, Yordania, Teluk Aqabah dan Sinai, Mesir.
Ketika menjelaskan makna ”yang telah Kami berkahi sekelilingnya”, Imam Ibnu Katsir mengatakan, ”yakni dengan tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan”[7]. Sementara Ibnu’l Jauzi berkomentar, ”Sesungguhnya Allah mengalirkan sungai-sungai di sekelilingnya dan menumbuhkan buah-buahan. Sebab ia adalah tempat tinggal para nabi dan tempat turunnya para malaikat”[8].
Sedangkan keberkahan ma’nawiyah (immaterial) yang Allah anugerahkan pada bumi Palestina; Baitul Maqdis dan sekelilingnya adalah:
Pertama: Bumi Palestina adalah tempat diutusnya para nabi dan tempat turunnya para malaikat yang membentangkan sayap-sayapnya di atas negeri Syam, yang di dalamnya terdapat Masjidil Aqsha[9]. Seperti nabi Dawud, Sulaiman dan Isa AS, mereka tumbuh dan dewasa di bumi Palestina. Nabi Ibrahim, Luth dan Musa AS, mereka berhijrah ke bumi yang diberkahi ini. Allah SWT berfirman, ”Dan Kami selamatkan Ibrahim dan Luth ke sebuah negeri yang Kami telah memberkahinya untuk sekalian manusia” (QS Al Anbiyaa’ [21]: 71).
Kedua: Bumi Palestina, tempat dikuburnya para nabi. Seperti nabi Ibrahim, Ishaq, Yusuf, Ya’qub dan Musa AS.
Ketiga: Bumi Palestina adalah bumi Padang Mahsyar, tempat pertanggungjawaban dan penghisaban amal perbuatan manusia sebagaimana disebut dalam hadits [10].
Agresi dan Kebiadaban Israel
Ada tiga pedoman dasar yang menjadi rujukan Israel melakukan agresi terhadap Palestina. Sehingga mereka tak segan-segan membantai warga Palestina, termasuk apa yang terjadi di jalur Gaza sekarang ini.
Pertama, Klaim teologis dan historis atas Palestina dan pendirian negara Israel, yang didasarkan pada teks-teks kitab suci mereka, seperti dalam Kitab Kejadian 12:7, 15:18-21 dan Kitab Yosua.
Kedua, Deklarasi Balfour. Yaitu sebuah deklarasi dukungan Inggris yang dimotori oleh Menteri Luar Negerinya bernama Arthur James Balfour untuk pembentukan negara Yahudi di Palestina pada tanggal 2 November 1917 M. Deklarasi ini keluar setelah tokoh zionis Israel, Theodore Herzl, gagal mendapat konsesi dari pemerintahan Turki Utsmani yang saat itu dipimpin oleh Sultan Abdul Hamid II.
Ketiga, Resolusi PBB yang dikeluarkan oleh Majelis Umum PBB pada 14 Mei 1948 atas tekanan pemerintah Trutman (Amerika Serikat) terhadap sejumlah negara anggota PBB, yang berisi pembagian wilayah Israel dan Palestina[11].
Ketiga alasan pokok tersebut yang membuat kaum Yahudi dan Israel rakus ingin merebut tanah Palestina. Mereka menghalalkan segala cara untuk menggapai tujuan itu. Termasuk dengan melakukan pembantaian secara kejam terhadap warga Palestina seperti yang terjadi di jalur Gaza saat ini.
Derita Keluarga Palestina adalah Derita Keluarga Kita
Memperhatikan permasalahan yang dihadapi oleh saudara kita di Gaza, Palestina adalah bagian dari tuntutan iman dan Islam sebagaimana ditegaskan oleh Allah SWT dalam Al Qur’an, ”Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara” (QS Al Hujuraat [49]: 10).
Rasulullah SAW bersabda,
مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِى تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ
إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى
”Perumpamaan orang-orang mukmin dalam kasih sayang dan kecintaan mereka adalah bagai satu tubuh. Jika satu anggota merasakan sakit maka seluruh tubuh akan merasa meriang dan panas” [12].
Berdasarkan dalil tersebut, setiap muslim di seluruh penjuru dunia berkewajiban menggalang dukungan dan memberi bantuan moril, materiil dan bahkan senjata. Beragam upaya harus dilakukan untuk menolong saudara kita di Gaza, Palestina yang kini dibantai dan hendak dimusnahkan oleh Israel. Di antaranya dengan do’a, publikasi melalui media elektronik maupun cetak, media sosial seperti twitter, facebook, instagram dll, upaya diplomasi, demonstrasi mengutuk agresi, mobilisasi dana dan lain-lain.
Karena Palestina, bumi yang diberkahi, tempat Isra’ dan Mi’raj nabi Muhammad SAW, di sana ada Baitul Maqdis, kiblat pertama kaum muslimin dan bumi para nabi. Jadi, ikatan kita dengan Palestina adalah ikatan akidah seperti pada ayat di atas. Sementara pendiaman, pembiaran dan cuek terhadap permasalahan umat ini, dapat mencederai keimanan seseorang. Bukankah Allah SWT telah menegaskan bahwa,
$yJ¯RÎ)إِنَّمَا ٱلْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا۟ بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
“Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara” (QS Al Hujuraat [49]: 10).
Dan Nabi SAW pun menguatkan dalam sabdanya,
الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ
“Setiap muslim adalah saudara bagi muslim lainnya” [13]. Tanpa dibatasi letak geografis teritorial dan kewarganegaraan.
Untuk itu, problematika kaum muslimin Palestina adalah problematika kita dan derita keluarga Palestina adalah derita keluarga kita. Karenanya, Palestina yang di sana ada Masjidil Aqsha harus selalu ada di hati kita semua.
Ya Allah, tolonglah saudara kami yang terzhalimi di Palestina. Ya Allah, menangkanlah saudara kami para pejuang Palestina dalam meraih kemerdekaan. Satukanlah kalimat mereka, tepatkanlah tembakan mereka dan jadilah Engkau Penolong dan Pelindung mereka. Ya Allah, hancurkan dan kalahkan zionis Israel. Ya Allah perlihatkan kepada kami keajaiban-keajaiban kekuasaan-Mu pada mereka. Amin …
Bekasi, 27 Rajab 1445 H / 08 Februari 2024 M.
[1] Lihat sumber: @matapalestina48
[2] As Sirah An Nabawiyah fi Dhau Al Mashaadir Al Ashliyyah, Dr Mahdi Rizqullah, hal. 233-234, Markaz Al Malik Faishal, Riyadh, KSA, Cet. Ke-1, 1992,
[3] Lihat Fathul Bari, Ibnu Hajar Al ‘Asqalani, XVII hal. 284, hadits no. 4710.
[4] At Tafsir Al Munir XV/16.
[5] (Fi Zhilal Al Qur’an IV/2212).
[6] (Mufradaat Alfaazh Al Qur’an hal. 119).
[7] Tafsir Ibnu Katsir III/234.
[8] Zaadu’l Masiir fii ’Ilmi’t Tafsir, Ibnu’l Jauzi, V/5.
[9] Lihat: HR Tirmidzi, no. 3954, Ahmad, V/184, Ath Thabrani di Al Mu’jam Al Kabir, no. 4933, dan Al Hakim
dalam Al Mustadrak, no. 2854 dan ia berkomentar, “Hadits ini shahih menurut syarat Bukhari dan
Muslim. Al Haitsami dalam Majma’ Az Zawaaid, X/60 berkata, “Ath Thabrani meriwayatkannya dan para
perawinya adalah perawi (hadits) shahih)”.
[10] Lihat: HR Imam Ahmad dalam “Musnad”nya, VI/463 dan Ibnu Majah dalam “Sunan”nya, I/429.
[11] Koran Nasional Republika 11 Januari 2009.
[12] HR Muslim dalam “Shahih”nya, no. 6751.
[13] HR Bukhari dalam “Shahih”nya, no. 2262 dan Muslim dalam “Shahih”nya, no. 4650.